SOLOPOS.COM - Oriza Vilosa (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Hanya  0,29 detik, mesin pencari Google menampilkan 58 juta konten tentang istilah naik kelas. Istilah itu banyak dipakai di sekolahan. Naik kelas juga banyak dipakai untuk perkara usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM.

Mesin pencari Google menampilkan 5,16 juta konten tentang UMKM naik kelas dalam 0,36 detik. UMKM naik kelas adalah mimpi negara ini. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebut UMKM salah satu mesin perekonomian nasional.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

UMKM berkontribusi 60,51% pada produk domestik bruto (PDB) dan menyerap hampir 96,92% dari total tenaga kerja nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi.

Rumit memang jika membahas UMKM dengan dari kacamata ekonomi makro. UMKM ibarat sungai besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak di negeri ini. Inilah alasan negara cawe-cawe mengurus UMKM.

Apa sih sebenarnya maksud UMKM naik kelas? Sektor ini sudah memberi kontribusi besar dan nyata bagi perekonomian nasional. Masih kurang apa? Mengamati pernyataan Presiden Joko Widodo dan para menteri, UMKM naik kelas adalah target.

Target menjawab tantangan dan kendala agar UMKM tetap eksis dan memberikan kontribusi. Kita perlu membuka ulang catatan dan memahami definisi PDB. Minimal tahu cara menghitungnya, yakni dengan menjumlahkan semua komponennya.

Mulai dari konsumsi rumah tangga nasional, investasi, konsumsi negara, hingga produk perdagangan internasional. Kita perlu membayangkan pola konsumsi rumah tangga bergeser seiring dunia berubah. Terlihat di lingkungan sekitar kita orang-orang pergi ke mal hanya untuk makan, menontonf film.

Pusat perbelanjaan ritel sepi karena makin banyak konsumen membeli di lokapasar. Kurir-kurir jasa logistik semakin sering mengunjungi rumah tetangga mengantarkan pesanan apa saja. Konsumen tak segan menggerakkan jari di gawai meminta jasa kurir membelikan makan dan minuman.

Dunia memang sudah berubah. Produk UMKM tetap dibutuhkan konsumen. Beberapa produk UMKM masih terhubung dengan baik kepada pembeli. Beberapa lainnya mulai ditinggalkan karena beberapa sebab.

Target UMKM naik kelas juga terkait mendukung pelaku UMKM tetap mendapatkan panggung. Bagi para pelaku jasa keuangan, UMKM naik kelas bisa diwujudkan dengan bantuan permodalan.

Bagi pakar komunikasi dan pemasaran, UMKM naik kelas bisa diwujudkan dengan pendampingan inklusif agar pelaku UMKM sukses menjual produk di pasar offline maupun online.

Banyak sudut pandang yang bisa dipakai untuk melihat UMKM. Semua mengalir menuju muara bernama kemampuan beradaptasi. Makin hari konsumen makin dimanjakan oleh teknologi informasi. Hal itu menjadi dasar digitalisasi UMKM.

Per Desember 2022, sebanyak 20,76 juta UMKM sudah onboarding digital. Pada tahun ini pemerintah menargetkan tambahan empat juta UMKM onboarding digital dan 30 juta UMKM bisa onboarding digital pada 2024.

Menurut survei DSInnovate berjudul MSME Empowerment Report 2022, sebanyak 83,8% dari 1.500 pelaku UMKM di Indonesia telah melakukan digitalisasi untuk mendukung operasional bisnis mereka. Sebanyak 70% dari responden itu kesulitan memasarkan produk.

Kesulitan para responden, antara lain, tidak memikirkan merek dan citra merek, tidak punya sumber daya pemasaran online, tidak punya anggaran beriklan dan promosi, dan seterusnya.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menggelar survei tentang manuver pelaku UMKM di lokapasar. Salah satu hasil survei yang digelar pada 24 Januari-9 Maret 2023 itu adalah 80% pelaku UMKM melakukan promosi melalui Internet dan menggunakan berbagai kanal.

Mereka yang menggunakan website sebanyak 26,18%, marketplace sebanyak 26,18%, iklan Google atau situs website lain sebanyak 11,32%, e-mail pemasaran sebanyak 9,74%, dan blog sebanyak 2,5%.

Data-data itu bisa terasa renyah, namun juga bisa terasa pahit bagi para pelaku UMKM. Temua pelaku UMKM mengerti atau memahami apa yang terjadi. Disrupsi informasi menambah mereka pusing.

Menginvetarisasi masalah serta mengenali betul tantangan sangat memengaruhi cara mereka mengatasi. Saat ini, bisa dilihat betapa riuhnya lokapasar. Banyak pelaku UMKM baru yang melek digital mendapat tempat. Banyak juga pelaku UMKM lama tertinggal akibat kurang sadar arti digitalisasi.

Layak kita pertanyakan sebenarnya pelaku UMKM ini butuh naik kelas atau kembali ke kelas? Banyak sekali perubahan yang perlu dipelajari dengan saksama. Jangan sampai UMKM naik kelas hanya menjadi mimpi pada siang bolong.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 3 Juli 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya