SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Sebagai bagian integral dari ikhtiar nyata mencapai tujuan pembangunan nasional, memiliki universitas-universitas yang mendewasa adalah kebutuhan dalam konstalasi sistemik pewujudan masa depan bangsa yang berkeunggulan dan berkemajuan.

Kebijakan pemerintah menambah secara progresif klaster universitas berstatus perguruan tinggi negeri berbadan hukum atau PTN-BH patut didukung oleh segenap komponen bangsa. Hingga akhir 2022 tercatat 21 perguruan tinggi negeri yang telah memiiki status PTN-BH.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Jumlah pada 2023 tentu akan makin bertambah mengingat menjadi PTN-BH bagi PTN di samping sebuah status ”naik kelas” juga merupakan titik tumpu penguatan dan pengembangan kapasitas menuju universitas berkelas dunia (world class university).

Menjadi universitas berkelas dunia adalah cita-cita besar berbagai universitas (terutama PTN) di negeri ini. Cita-cita besar yang bukan semata-mata berurusan dengan ketenaran, tetapi terkait dengan nilai performa luas sebagai institusi PTN yang dewasa dan mandiri.

Dewasa artinya memiliki predikat trend setter, bukan mengekor atau menjadi follower. Dewasa berarti menginspirasi dan memberi solusi, bukan sebagai bagian dari timbunan masalah dalam kehidupan berbangsa.

Dewasa berarti mandiri dan memiliki kemampuan melakukan ”proses reproduksi” untuk menggandakan keelokan diri yang selalu siap disumbangkan kepada ibu pertiwi, bahkan untuk peradaban global.

Tentu saja masih banyak lagi nilai keelokan dan keutamaan yang dapat dimainkan oleh universitas yang telah dewasa. Menjadi dewasa adalah kebutuhan esensial dari eksistensi tumbuh kembang universitas. Mendewasa dan mendunia ibarat dua sisi mata uang logam yang sama dalam effort menumbuhkan performa universitas.

Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi menyatakan universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademis dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam berbagai rumpun ilmu pengetahuan dan/atau teknologi dan jika memenuhi syarat universitas dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.

Point pentingnya universitas merupakan institusi penyelenggara pendidikan tinggi yang diberi mandat mengelola pendidikan akademis, vokasi, dan profesi. Universitas memiliki sisi yang unik dalam kompleksitas masyarakat ilmiah. Mendewasa menjadi prasyarat utama proses akselerasi menuju universitas yang mendunia.

Kondisi dewasa bagi universitas adalah prasyarat aksi untuk berkontribusi. Bahwa untuk bisa ”beraksi” (apalagi) menjadi berkelas dunia, universitas harus memiliki kemampuan menjadi otonom, mandiri, dan merdeka dalam bingkai kedewasaan yang autentik.  Bagaimana karakteristik universitas mendewasa yang siap mendunia?

Pertama, kemapanan sumber daya.  Setidaknya terkait dengan sumber daya manusia, sumber daya keuangan, serta sumber daya sarana dan prasarana sebagai “amunisi” perwujudan visi, misi, dan tujuan universitas. Kedewasaan bukan diukur dari keberlimpahan sumber daya, melainkan lebih mengacu pada tingkat kemapanan sisi kuantitas, kualitas, dan utilitas yang sesuai.

Sumber daya yang kurang memadai dari kebutuhan pasti menyebabkan nilai kemandirian lemah. Berkelimpahan aset acapkali justru menjadi persoalan internal dalam proses mendewasa jika tak diimbangi dengan iklim penataan yang harmonis dan sinergis.

Kedewasaan dicirikan sinergi mewujudkan kemapanan sumber daya. Kondisi idealnya adalah berkelimpahan aset sumber daya, sekaligus memiliki iklim tata kelola yang transparan, sinergis, berkeadilan, dan harmonis

Kedua, harmoni dan sinergi dalam distribusi kewenangan “kekuasaan”. Bagaimana sebuah universitas harus mendewasa tentu berhubungan dengan kapabilitas otonomi yang seharusnya perlu dimainkan. Seorang anak kecil (belum dewasa) akan menggunakan seluruh jari ketika memindahkan benda ringan di tangannya.

Anak kecil tidak mampu mendistribusikan peran harmonis pada organ geraknya. Seiring kematangan gerak saat mulai mendewasa, individu hanya akan mendistribusikan peran ibu jari dan telunjuk untuk menjalankan tugas memindahkan benda.

Hereditas Genetik

Hal tersebut merupakan ilustrasi bahwa di universitas yang mendewasa pendistribusian kewenangan kekuasaan memang sesuatu yang diatur dan diamalkan. Hal yang paling penting adalah menjaga sinergi dan harmoni, saling menghormati kewenangan masing-masing.

Ketiga, entitas yang mempraktikkan keteladanan meritrokrasi secara terus-menerus. Mendewasa identik dengan sesuatu yang mapan mewujud sebagai jati diri yang menjadi teladan khalayak tempat universitas tersebut tumbuh dan berkembang. Budaya meritokrasi secara elegan menempatkan orang-orang sesuai dengan posisi terbaik.

Meritrokrasi adalah skenario menempatkan orang-orang terbaik untuk memberi kesempatan terbuka dalam berdedikasi, berkontribusi, serta mengabdi, bukan berebut kesempatan dan posisi semata atau motif lainnya.

Masyarakat luas di luar kampus pasti memiliki harapan besar tentang universitas dituntut memberikan fungsi teladan meritokrasi. Tuntutan yang sangat logis dan beralasan karena hampir semua tokoh masyarakat, pejabat formal, serta pejabat publik adalah lulusan universitas.

Keempat, pintar bergaul dengan berbagai pihak. Mendewasa selalu berarti memiliki keterbukaan yang lebih luas untuk bergaul. Identik dengan semakin menguatnya sikap-sikap extrovert dari sebuah universitas. Esensi kampus merdeka yang relevan dengan keterbukaan universitas adalah membuka jembatan emas baru terutama untuk mengikat pergaulan yang lebih intim dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Ada persoalan dinamis yang berkembang secara cepat di kehidupan luar kampus. ”Kampus gaul” akan hadir dengan segala kepemilikannya untuk mengakomodasi aspek empiris. Hal tersebut jumbuh dengan esensi universitas ideal dengan predikat sebagai ”menara api”.

Universitas bukan entitas ”menara gading” yang eksis dalam wujud jati diri  yang serba-introvert dan angkuh, yang terlihat lebih sibuk mencari pengakuan publik dengan mengelu-elukan aneka prestasi diri.

Kelima, civitas academica terutama para dosen (lebih khusu para profesor) memiliki kultur yang kuat dan mapan membangun personal branding akademisi sesuai bidang keilmuan masing-masing. Mereka terbuka melakukan kolaborasi dengan akademisi bidang keilmuan yang lain, serta membangun passion bersama untuk menciptakan karya inovatif yang terus bertumbuh.

Tugas pengelolaan sebagai tugas tambahan yang mungkin diamanatkan tidak serta-merta mengalahkan produktivitas dalam publiksai di jurnal, menulis buku, serta menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada masyarakat luas sebagaimana kewajiban profesor dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2014 tentang Guru dan Dosen, khususnya Pasal 49 ayat (2).



Beberapa universitas besar di dunia, seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT), University of Cambridge, Stanford University, University of Oxford, dan Harvard university adalah lima universitas terbaik di dunia versi QS World University Ranking 2022.

Universitas tersebut tentu memiliki nilai performa yang extraordinary pada kriteria pemeringkatan universitas berkelas dunia, seperti academic reputation (40%), employer reputation (10%), faculty/ student ratio (20%), citation per faculty (20%), international faculty ratio (5%), dan international student ratio (5%).

Sebagian besar universitas mencoba meniru melalui program benchmarking tentang bagaimana lima universitas berkelas dunia itu bisa mendapatkan nilai yang unggul untuk enam kriteria. Satu hal yang sulit ditiru adalah lima universitas tersebut masing-masing bisa sukses tumbuh mendewasa.

Proses mendewasa bagi universitas hakikatnya adalah proses spesifik autentik yang mungkin sulit ditiru oleh universitas lain yang pasti tumbuh dengan ”fungsi hereditas genetik” yang berbeda.

Setiap universitas bisa menggapai nilai absolut dari kriteria universitas berkelas dunia, tetapi persoalan mendewasa yang menjadi prasyarat dasar adalah faktor relatif yang membutuhkan formula khusus.

Setiap universitas mendewasa dengan cara mengolah jati diri masing-masing. Dewasa itu belajar sukses dari yang lain, tetapi tidak menjiplak mentah-mentah cara-cara yang dilakukan pihak lain.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 Januari 2023. Penulis adalah Wakil Dekan Bidang Akademik, Riset, dan Kemahasiswaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya