SOLOPOS.COM - Tri Wiharto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Video assistant referee atau VAR sedang menjadi pembicaraan hangat di kalangan insan sepak bola Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Sepak bola Indonesia sedang menyongsong era baru dengan segera hardirnya VAR di arena kompetisi tertinggi Liga 1.

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menyebut VAR sudah dapat diaplikasikan secara terbatas, yaitu selama Liga 1 musim 2023/2024 seri Championship pada 4-26 Mei 2024 mendatang.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

PT Liga Indonesia Baru sebagai operator Liga 1 bersama PSSI juga telah mengadakan uji coba penerapan VAR tahap ketiga di Lapangan JSI, Resort, Megamendung, Bogor, Sabtu pekan lalu.

Sebagai langkah pendukung, PSSI segera menyosialisasikan VAR kepada pemain, pelatih, ofisial, dan tim peserta Liga 1 musim 2023/2024. Bali United menjadi salah satu klub yang telah mendapatkan sosialisasi tersebut.

Mereka memahami aturan perwasitan, termasuk tentang VAR, melalui pelatihan. VAR atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai asisten wasit video adalah teknologi dalam dunia sepak bola yang diterapkan untuk meninjau keputusan penting dan krusial dari wasit utama yang memimpin pertandingan.

VAR akan memberikan panduan kepada sang wasit untuk bisa melihat rekaman video instan dan berkemonunikasi melalui headset terkait keputusan yang telah dia ambil tersebut.

Sesuai dengan namanya, asisten wasit, maka tujuan utama VAR tentu saja meminimalisasi kesalahan manusia dalam hal ini adalah sang pengadil lapangan (wasit) yang keputusannya dapat menyebabkan pengaruh besar terhadap hasil pertandingan.

Dalam perjalanannya penggunaan VAR ini tidak serta-merta diterapkan di kancah persepakbolaan dunia. Butuh uji coba berkali-kali di berbagai kompetisi besar sepak bola hingg akhirnya International Football Association Board (IFAB) resmi memasukkan VAR ke dalam Laws of the Game pada 2018.

IFAB adalah badan yang menentukan aturan-aturan dalam permainan sepak bola. Sebut saja uji coba VAR di Belanda pada musim 2012-2013, kemudian di  Liga Australia (A-League) pada 2016.

Untuk mendapat respons secara luas atas teknologi terbaru tersebut FIFA menguji coba VAR di Liga Konfederasi FIFA pada 2017 dan di Piala Dunia 2018 di Rusia. Akhirnya IFAB resmi memasukkan VAR dalam peraturan sepak bola FIFA.

Secara garis besar VAR bertugas meninjau ulang empat keputusan wasit dalam sebuah pertandingan, yaitu gol dan ada tidaknya pelanggaran dalam proses terjadinya gol tersebut; sah atau tidaknya keputusan pemberian tendangan penalti; pemberian kartu merah (kartu kuning kedua tidak ditinjau ulang); offside atau onside (ini terkait proses terjadinya gol); serta peninjauan kesalahan identitas saat kartu kuning atau merah diberikan.

Rasa keadilan akan dirasakan dengan VAR tersebut, meski tentu tidak mutlak. VAR tak asing bagi sepak bola di Eropa. Sebagian negara di Asia telah menerapkan teknologi asisten wasit itu, antara lain, Liga Arab Saudi yang saat ini dihuni sederet bintang sepak bola top dunia seperti Cristiano Ronaldo, Neymar, Roberto Firmino, dan lain-lain.

Di Indonesia VAR adalah barang baru yang akan hadir di kompetisi tertinggi sepak bola kita yaitu Liga 1. Sejarah telah tercipta ketika VAR digunakan di Indonesia, tapi bukan di liga domestik, melainkan di Piala Dunia U-17 pada 2023.

Momentum tersebut terjadi ketika tim nasional Mali U-17 berhadapan dengan tim nasional Uzbekistan U-17 di Stadion Manahan, Kota Solo. Saat itu pemain Mali, Ibrahim Kanate, dijatuhkan pemain Uzbekistan, Bekhruz Jumatov, di area teralarang.

Wasit Gustavo Tajera asal Uruguay menganggap itu bukan pelanggaran. VAR menjalankan tugas dengan memberi tahu Tajera ihwal kejadian tersebut dari sudut lain di lapangan. Setelah melihat tayangan VAR, wasit memberikan hadiah penalti kepada Mali.

Ibarat persidangan di pengadilan, VAR menyajikan bukti-bukti yang diserahkan kepada hakim. Semua keputusan pada akhirnya tergantung hakim tersebut. Kondisi ini membuat kemampuan wasit, dalam akurasi pengambilan keputusan maupun pemahaman terhadap aturan pertandingan, tetap menjadi faktor utama dalam penerapan VAR.

Penggemar Liverpool tentu ingat ketika Professional Game Match Officials Limited (PGMOL) mengakui VAR salah fatal menganulir gol Luis Diaz ke gawang Tottenham Hotspur di Liga Inggris pada Sabtu (30/9/2023).

Saat itu, dalam situasi kehilangan satu pemain, Liverpool mencetak gol melalui aksi Luis Diaz pada menit ke-34. Gol tersebut dibatalkan wasit karena Diaz dianggap offside. Keputusan itu menjadi kontroversi karena Diaz ternyata tidak offside apabila mengacu video tayangan ulang pertandingan.

Selepas laga, laman resmi Liga Inggris merilis pernyataan PGMOL soal gol Luis Diaz tersebut. Mereka mengakui terjadi kesalahan wasit dalam pengambilan keputusan. Satu kasus tersebut adalah contoh wasit masih bisa salah meski dibantu dengan VAR.

Siapkan wasit di Indonesia menjalankan peran saat VAR diterapkan di Liga 1? Tentu bukan pekerjaan mudah dan butuh proses panjang. Kita tahu kualitas wasit di Indonesia. Beberapa laga Liga 1 berlangung bagus karena kepemimpinan wasit yang bagus pula, tetapi banyak  pertandingan amburadul karena dipimpin wasit yang dalam pengambilan keputusan kacau atau “di luar nalar”.

Sumber daya manusia (SDM) adalah kata kunci dalam penerapan VAR di Indonesia. SDM mencakup wasit sebagai aktor utama yang akan memainkan teknologi VAR serta seluruh elemen yang terlibat dalam sepak bola: pemain, pelatih, maupun suporter.

Wasit harus berkualitas. Saya membayangkannya wasit Indonesia seperti wasit-wasit di liga-liga sepak bola di Eropa. Mereka berwibawa karena tegas, cerdas, dan selalu punya jawaban tepat atas keputusan yang dipertanyakan.

Pemain juga harus punya budaya VAR. Mereka boleh mempertanyakan keputusan wasit apabila dianggap tidak tepat, tetapi harus memahami aturan pertandingan sehingga menerima penjelasan detail wasit terutama apabila VAR “mengintervensi”.

Saya membayangkan para pemain sepak bola di Indonesia punya sikap seperti pemain di liga profesional Eropa, menerima keputusan dengan sportif. Tak kalah penting adalah SDM dari sisi suporter.



Mendidik suporter untuk paham aturan sepak bola tidak mudah, bahkan meski VAR diterapkan. Keberagaman latar belakang atau kemajemukan suporter membuat mereka punya pandangan masing-masing terhadap keputusan wasit di lapangan.

Meski demikian, saya optimistis kedewasaan suporter di Indonesia, khususnya penonton Liga 1, bisa tercipta dengan kehadiran VAR. Rasa keadilan akan mereka rasakan dengan campur tangan VAR dalam pertandingan.

Ketidak percayaan para suporter atas kualitas wasit Indonesia saat memimpin pertandingan sedikit demi sedikit akan terkikis dan laku anarkistis di lapangan akan habis. Dengan demikian, harapan VAR membuat sepak bola Indonesia bermartabat bisa terwujud.

Betapa indah apabila kita bisa menyaksikan kualitas pertandingan sepak bola liga-liga elite di Eropa tersaji di Indonesia. Semoga harapan itu bisa terwujud meski butuh waktu, usaha sepenuh tenaga, dan kedewasaan semua pihak.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Februari 2024. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya