SOLOPOS.COM - Suwarmin Direktur Bisnis dan Konten Solopos Group

Sebagian orang Jawa percaya, bukan sembarangan orang bisa menjadi raja atau ratu. Dia harus orang yang kasinungan wahyu ratu atau sebagian orang juga menyebut pulung. Wahyu ratu  tidak muncul tiba-tiba. Dia datang melalui perantaraan semesta, atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Jika Tuhan sudah menghendaki, batu, tanah, langit, angin, semuanya seolah akan membantunya. Segalanya terasa sesuai waktunya, semuanya pas. Begitulah kiranya.

Wahyu ratu bisa jatuh kepada siapapun. Ada ungkapan wahyu ratu tidak harus trahing kusuma, rembesing madu, tedhaking atapa, turuning andana warih. Atau tidak harus keturunan raja, panglima, perwira, ningrat, orang hebat, pertapa, dan semua yang dari sanad memang kelihatan orang hebat. Dia juga bisa siapa pun, wong mbingkananane, wong pidak pedarakan, orang biasa saja. Jika Tuhan menghendaki, jika Allah menetapkan, tak ada yang bisa menghalangi.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Anugerah wahyu ratu seperti random. Tapi sebenarnya ada benang merah yang menyatukan. Misalnya laku atau amalan tertentu yang rutin dijalankan oleh seseorang.

Dalam mitologi wayang, Parikesit, anak Abimanyu, cucu Arjuna, terpilih sebagai raja Hastinapura setelah Perang Baratayudha purna. Mengapa harus cucu Arjuna yang menjadi raja? Mengapa bukan cucu Yudhistira yang merupakan raja Pandawa. Begitulah yang terjadi. Arjuna sudah jauh jauh hari mendapatkan kemuliaan sebagai pemegang wahyu ratu karena kebiasaanya bertapa dan menolong sesama.

Bagi yang membaca mitologi Jawa dan Babad Tanah Jawa, wahyu ratu pernah dimiliki Ken Arok, bekas maling padang Karautan yang memperisteri Ken Dedes dengan betisnya yang bagai bersinar. Konon, raja Tanah Jawa sekarang ini, merupakan trah tumerah dari Ken Dedes dan Ken Arok. Ada pula kisah air kelapa milik Ki Ageng Giring yang dihabiskan Ki Pemanahan di balik kisah raja-raja Mataram.

Pilpres

Wahyu ratu mungkin hanya mitos. Orang boleh percaya, boleh juga tidak. Kalangan ilmiah menyebut ungkapan wahyu ratu sebagai legitimasi yang dibuat-buat. Seperti kisah pernikahan gaib antara raja-rata Mataram dengan penguasa laut Selatan, Nyai Ratu Kidul. Orang yang akan merebut kekuasaan akan berhadapan dengan mitos itu.

Sebagian orang juga menilai Dwi Fungsi ABRI di era Orde Baru sebagai legitimasi untuk melanggengkan kekuasaan rezim penguasa. Legitimasi di era sekarang bisa berkelindan di antara para haters, lovers dengan segala narasi dan gimmick algoritma media sosialnya.

Lalu siapakah yang dinaungi wahyu ratu di antara tiga calon presiden Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, atau Prabowo Subianto? Dengan segala apa yang mereka lakukan sebelumnya, dengan segala yang ada pada mereka kini, semuanya masih sah berusaha dan berjuang.

Jika Tuhan sudah berkehendak, siapa pun dan apapun yang menghalangi, dia akan tampil melenggang menjadi orang nomor satu di Indonesia. Kun fayakun, jadilah maka jadilah.

Awal 2005, Joko Widodo masih seorang pengusaha mebel saat dia datang ke Solopos untuk memperkenalkan diri sebagai calon Wali Kota Solo. Lalu dia terpilih sebagai wali kota sebanyak dua kali, terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, lalu terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia (RI). Kini, menurut beberapa lembaga survei,  dia seorang Presiden RI periode kedua dengan approval rating tertinggi di dunia, di atas 80%.

Awal tahun ini, bahkan sampai dengan menjelang Lebaran 2023,  nasib Ganjar Pranowo masih menjadi tanda tanya: apakah dia akan diberi boarding passs untuk nyalon sebagai calon presiden, ataukah PDI Perjuangan lebih memilih figur Puan Maharani, yang secara garis keturunan merupakan cucu dari pendiri bangsa ini, Ir. Soekarno. Lalu sampailah kita pada fakta bahwa Ganjar Pranowo, mantan gubernur Jawa Tengah, tampil sebagai calon presiden RI.

Pun demikian dengan Anies Baswedan. Dia mulai naik ke panggung politik sebagai pembantu Jokowi, lalu disokong oleh Prabowo Subianto untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dan tiba-tiba diusung oleh Partai Nasional Demokrat (Nasdem) sebagai calon presiden.

Kalau kita tiba-tiba berada di tahun ini, lalu orang datang dan bercerita kepada kita tentang hal ihwal ketiga bakal calon presiden itu, kita mungkin tidak percaya dengan fenomena ini: Prabowo adalah orang yang mendorong Jokowi tampil dalam Pilkada DKI Jakarta. Prabowo dua kali dikalahkan Jokowi dalam kontestasi Pilpres. Jokowi kini dianggap sebagai figur yang meng-endorse Prabowo.

Drama juga terjadi dengan naik turun hubungan Anies  dan Jokowi. Anies pernah sangat dekat dengan Jokowi, sampai kemudian dia dipecat sebagai menteri oleh Jokowi. Juga demikian dengan Ganjar Pranowo. Pernah dia dianggap sebagai “pewaris” kekuasaan dari Jokowi, karena sama-sama orang Jawa dan sesama kader PDI Perjuangan.

Siapa yang akan menggenggam wahyu ratu, semuanya terserah pilihan suara rakyat pada 14 Februari 2024. Kan kata pepatah Latin, vox populi vox dei: suara rakyat adalah suara Tuhan.

Semua masih disembunyikan oleh waktu, sampai hari penentuan tiba. Biasanya, hari itu juga kita bisa melihat siapa pemenangnya melalui berbagai lembaga survei yang ada. Walaupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan secara resmi pemenangnya seminggu kemudian.

Itulah saatnya wahyu ratu terbaca oleh kita. Dengan segala cerita kontroversinya, dalam politik apapun berlaku kredo the winner takes all. Dia akan menguasai segalanya, kekuatan data, angka, sipil atau militer, dan semua sumber daya yang ada di dalamnya.

Jadi, mari kita nikmati kontestasi ini dengan tenang dan saling bertenggang rasa….

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya