SOLOPOS.COM - Wayang Orang Sriwedari (WOS) saat membawakan lakon Srikandhi Ngedan di Gedung Wayang Orang Sriwedari. WOS merupakan seni pertunjukan di Solo yang kini sudah berusia 112 tahun (Espos/Afifa Enggar Wulandari)

Wayang Orang Sriwedari kini makin berdaya. Komunitas seniman teater tradisional ini berhasil menemukan rumus untuk mengaktualkan pertunjukan wayang orang. Mereka berhasil menemukan jalan untuk menyesuikan diri dengan perubahan dan perkembangan zaman.

Regenerasi pemain dan kemampuan memahami selera penonton berperan signifikan memberdayakan Wayang Orang Sriwedari yang pernah berada dalam kondisi ”hanya ditonton kursi-kursi”.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Mereka rutin tampil di Gedung Wayang Orang Sriwedari dengan tiket berharga sangat murah. Dalam kondisi demikian, selama bertahun-tahun mereka tak mendapatkan tambahan penonton. Sekali tempo memang ada penonton melimpah.

Itu terjadi saat di Kota Solo atau di kawasan Soloraya ada acara yang dihadiri banyak orang dan di rangkaian acara diselipkan acara mengunjungi dan menonton Wayang Orang Sriwedari. Kejadian seperti ini belum tentu rutin sebulan sekali.

Lama-kelamaan Wayang Orang Sriwedari malah ditinggalkan penonton, apalagi ketika di kompleks Taman Sriwedari terjadi perubahan lanskap besar-besaran. Taman Hiburan Rakyat atau THR ditutup, joglo yang menjadi pusat aktivitas kesenian dibongkar, dan kawasan itu menjadi makin sepi.

Wayang Orang Sriwedari adalah satu-satunya kelompok wayang orang yang berpentas rutin. Rekan sejawat adalah Wayang Orang RRI Solo, Wayang Orang Ngesti Pandawa di Kota Semarang, dan Wayang Orang Bharata di Jakarta.

Pelajaran terbaik yang bisa diambil dari keberdayaan Wayang Orang Sriwedari adalah regenerasi seniman-seniwati, penggunaan teknologi saat pentas di panggung—walau teknologi sederhana, penggunaan media sosial untuk promosi, dan kreativitas memodifikasi pakem pentas menjadi lebih ramah penonton.

Keberhasilan berdaya yang makin terasa beberapa waktu terakhir harus dimanfaatkan untuk makin memberdayakan Wayang Orang Sriwedari menjadi ”suaka seni teater tradisional” yang bersemangat modern.

Pentas Wayang Orang Sriwedari juga memikat pelaku industri pertunjukan berbasis streaming. Ada vendor yang berani menginvestasikan uang untuk membeli alat rekam, baik visual maupun suara, dan menyiarkannya di platform menonton streaming.

Siaran tersebut berbayar, sepaket dengan konten-konten yang lain. Dengan demikian, rekaman pentas Wayang Orang Sriwedari bisa dinikmati dari mana saja, kapan saja, dan tidak selalu mewajibkan penonton hadir dan duduk di kursi gedung pertunjukan.

Pengakomodasian tayangan Wayang Orang Sriwedari di saluran streaming menunjukkan minat penyedia platform menghadirkan konten budaya. Wayang Orang Sriwedari adalah “sisa-sisa kekayaan budaya” Kota Solo yang berada di bawah wewenang Pemerintah Kota Solo—para seniman-seniwati adalah aparatur sipil negara.

Ini meniscayakan peran langsung Pemerintah Kota Solo menjaga keberlangsungan dan kelestariannya, tentu dalam kerangka kemodernan. Pada saat yang sama Wayang Orang Sriwedari juga menjelma menjadi kekayaan warga Kota Solo, kekayaan publik Kota Solo.

Wayang Orang Sriwedari lebih dari sekadar unit kerja di bawah Pemerintah Kota Solo. Artinya pelestarian dan pemberdayaan harus melibatkan peran warga Kota Solo, setidaknya dengan menjadi penonton dan mempromosikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya