SOLOPOS.COM - Syifaul Arifin (Solopos/Istimewa)

Tujuh tahun lalu, Kota Solo resmi masuk menjadi anggota Kota Welas Asih (Compassionate City). Tepatnya 11 November 2016. Yang menjadi anggota adalah  kota-kota di berbagai belahan dunia yang memiliki komitmen menjadikan kota sebagai  tempat penuh welas asih bagi warganya. Menegakkan prinsip kasih sayang, memperlakukan warga secara adil, tidak diskriminatif,  dan sebagainya.

Selain Solo, Kabupaten Sragen juga menjadi anggota. Kota yang ikut dalam jaringan ini di antaranya Atlanta, Appleton, Denver, Houston, Seattle (Amerika Serikat), Cape Town (Afrika Selatan), Eskilstuna (Swedia), Groningen dan Leiden (Belanda), Botswana, Parksville (Kanada), Gaziantep (Turki), sampai Banyuwangi, Bandung, dan sebagainya (Indonesia).

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Pemkot Solo  saat itu meneken Piagam Welas Asih (Charter for Compassion). Setelah teken, berarti Pemkot berkomitmen menciptakan masyarakat yang lebih humanis, toleran, memiliki tenggang rasa, dan membudayakan sikap saling menghargai. Pemkot sendiri mengklaim welas asih itu dimanifestasikan dalam berbagai kegiatan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Yang jadi pertanyaan, setelah bikin komitmen, apakah Pemkot Solo selalu menggunakan etika Welas Asih dalam kebijakannya?  Apakah Welas Asih selalu menjadi landasan filosofis ketika Pemkot membuat kebijakan?

Kota Welas Asih diinisiasi Karen Amstrong, seorang sejarawan agama. Etika dan prinsip welas asih ini berakar pada nilai-nilai yang disepakati bersama seperti empati, kebaikan, keadilan, dan keterhubungan. Kota Welas Asih mengakui bahwa setiap orang memiliki keterhubungan. Orang di Solo terkait dengan orang di Benua Eropa sana.  Apalagi di era sekarang, keterhubungan ini tak hanya psikis dan fisik namun juga melalui virtual.

Hal lain yang penting dalam Kota Welas Asih adalah adalah penghormatan kepada keberagaman, mengakui nilai-nilai budaya, agama, dan pandangan lain yang berbeda. Orang yang berbeda tidak merasa takut atau khawatir. Ada toleransi dan jaminan terhadap keberagaman.

Yang lebih penting lagi, Kota Welas Asih memberi jaminan kepada warganya keadilan dan kesetaraan. Kota bukan milik sebagian kalangan, si mayoritas atau minoritas, tetapi milik bersama. Setiap elemen, walaupun sekecil sekrup, memiliki hak dan peran masing-masing yang tak bisa dinafikan. Diskriminasi adalah hal yang disingkirkan jauh-jauh. Tak ada penindasan kepada kelompok lain.  Tentu saja ada penghargaan terhadap hak asasi manusia.

Nilai-nilai welas asih ini bisa didapatkan dari mana saja. Agama dan kearifan lokal semuanya berbicara soal welas asih. Ketika ada seseorang yang terjatuh di jalanan, orang-orang langsung menolongnya, tanpa bertanya agama, alamat, atau warga negara mana. Di lingkungan kita, terutama Solo, kepedulian terhadap sesama ini masih sangat tinggi.  Peduli kepada orang lain adalah bentuk merasakan penderitaan orang lain dan berupaya mengurangi penderitaan itu.

Di Indonesia termasuk di Solo, lembaga filantropi bejibun. Bahkan, Indonesia tercatat sebagai negara dengan warga paling dermawan. Charities Aid Foundation (CAF) merilis World Giving Index 2022 yang menempatkan Indonesia nomor 1 dari 10 negara paling demawan. Indikatornya tiga hal yaitu membantu orang asing atau seseorang tak dikenal yang membutuhkan bantuan, menyumbangkan uang untuk amal, dan menyumbangkan waktu untuk organisasi sosial. Orang Indonesia gemar beramal dan menyumbangkan waktunya menjadi relawan organisasi sosial kebanyakan berdasarkan pada agama.

Karen Amstrong mengakui nilai-nilai welas asih ini bisa didapatkan dari agama. Kalau selama ini ada kalangan menyebut agama sebagai sumber konflik, sebenarnya agama malah menjadi sumber perdamaian. Semua agama memiliki nilai-nilai yang sama. Dasar dari ajaran agama adalah kasih sayang. Kasih sayang bisa mendekatkan pemeluknya kepada Tuhan. Coba tengok sejumlah ajaran yang menekankan kasih sayang. Konfusius ada abad ke-5 sebelum Masehi sudah menyatakan jangan lakukan kepada orang lain apa yang kamu tak ingin orang lain lakukan kepadamu. Nabi Muhammad juga mengatakan serupa kepada sahabat, “Apakah engkau ingin masuk surga ?” Pertanyaan itu dijawab sahabat,” Iya ya Rasululllah.” Lalu Nabi berkata, “Perlakukan manusia dengan baik sebagaimana engkau suka diperlakukan dengan baik.” Kemudian Yesus mengatakan cintai musuhmu, jangan menghakimi orang lain.

Jadi, bukan agama yang menyebabkan perang tetapi politik. Agama dalam posisi rawan, Ketika terjadi konflik, agama dapat mudah dibawa-bawa, dipolitisasi, dan kemudian menjadi bagian dari konflik.

Yang berperan dalam mewujudkan kota welas asih tak hanya warga. Yang lebih penting lagi pemerintahnya. Pemerintah berkomitmen menjalankan kebijakan secara welas asih. Ada cerita tentang Denmark yang disebut sebagai negara dengan tingkat kesejahteraan paling yahud sedunia. Soal kesehatan, pemenuhan gizi, dan pendidikan jangan ditanya. Pemerintah sangat peduli terhadap kebutuhan asasi warga yang tinggal di sana. Orang yang tinggal di sana mendapatkan jaminan sosial memadai, berdasarkan prinsip kepercayaan. Sebuah laporan di BBC menyebut ketika perlu istirahat di rumah atau berobat,  warga Denmark cukup menginformasikannya kepada pemberi kerja. Tak perlu ada surat izin dari dokter. Padahal di negara lain, termasuk di Indonesia, izin tak masuk kerja karena sakit harus dibuktikan dengan surat dokter. Dengan  tingkat kesejahteraan tinggi, warga Denmark juga tercatat paling bahagia. Tolak ukurnya adalah angka harapan hidup, pendapatan, jaringan pengaman sosial, tingkat korupsi, dan kebebasan dalam menentukan pendapat.

Kapan kita bisa menikmati seperti itu? Ah ngimpi. Kita masih berkutat dengan masalah-masalah dasar.

Kembali ke pertanyaan di atas, apakah welas asih sudah menjadi napas kehidupan warga dan kebijakan pemerintah di Solo? Perlu kajian lebih dalam dengan menggunakan berbagai ukuran. Tetapi, kalau menggunakan salah satu indikator, yaitu toleransi, Kota Solo bisa disebut berprestasi. Pada 2022, Setara Institute memasukkan Solo di urutan keempat4 dari 10 kota paling toleran. Toleransi di Solo tergolong baik. Ini prestasi bagus karena yang dinilai adalah kinerja pemerintah kota dalam mengelola kerukunan, toleransi, wawasan kebangsaan, dan inklusi sosial. Pada 2021, Solo berada di peringkat kesembilan. Jadi, Solo bisa kita sebut berkelas.

Pemkot Solo memberi ruang dan kesempatan sama kepada pemeluk agama untuk merayakan hari-hari besar keagamaan. Ornamen dan pernik-pernik keagamaan bisa dipasang di kawasan Balai Kota secara bergantian. Mas Wali Kota Gibran Rakabuming Raka juga memberi jaminan keamanan dan tidak memberi ruang kepada aksi intoleransi.

Namun, hal itu tidak cukup itu Mas Wali. Untuk mewujudkan Solo sebagai kota yang nyaman karena penuh welas asih, maka kebijakan dan kegiatan Pemkot harus dilandasi nilai-nilai welas asih. Paling tidak, Mas Wali dan birokrat selalu mengingat Piagam Welas Asih dalam melayani warganya. Sehingga, para ASN melayani warga dengan penuh welas asih: ramah, penuh kasih sayang, dan tak diskriminatif. Semoga.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya