SOLOPOS.COM - Bambang S. Pujantiyo (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa dengan landasan piwulang mulat sarira angrasa wani harus bersemangat untuk intropeksi sekaligus berinovasi. Kota Solo punya slogan baru Solo The City of Java Wellness Tourism yang sudah tentu berseri (bersih, sehat, rapi, dan indah).

Rasanya tidak berlebihan kalau slogan ini dimaknai sebagai kehendak segenap elemen masyarakat Kota Solo fokus dan mengedepankan sektor pariwisata, olahraga, lingkungan hidup, dan industri kreatif yang memiliki 15 subsektor.

Promosi Gonta Ganti Pelatih Timnas Bukan Solusi, PSSI!

Indonesia telah diprediksi akan menjadi salah satu dari lima kekuatan ekonomi dunia dengan kualitas manusia yang unggul serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kesejahteraan rakyat yang jauh lebih baik dan merata.

Visi Indonesia 2045 punya target pendapatan per kapita mencapai lebih dari US$23.000 atau setara dengan Rp345 juta. Slogan baru Kota Solo tersebut selayaknya dimaknai sebagai khtiar menciptakan kesejahteraan yang merata di Kota Solo dalam perspektif Indonesia 2045.

Dibutuhkan rencana dan tindakan yang matang, bukan sekadar slogan untuk mewujudkan itu. Kelemahan seluruh kota di Indonesia adalah terlena dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat besar serta kondisi keterbatasan sehingga seolah-olah kesejahteraan akan tercapai dengan sendirinya walau hanya menjalani kegiatan rutin, business as usual.

Sebenarnya untuk mencapai kesejahteraan merata pada era Indonesia Emas 2045 jelas dibutuhkan rencana dan tindakan dengan percepatan yang signifikan mengingat waktu yang tersisa hanya sekitar 20 tahun.

Tindakan percepatan tersebut sudah tentu bukan seperti biasanya atau bukan pertumbuhan yang linier, bahkan dengan referensi sejarah pertumbuhan di beberapa negara maju, selalu mengutamakan pentingnya usaha dan kegiatan yang not business as usual yang dapat mencapai pertumbuhan nonlinier.

Hal ini dapat dicapai dengan rencana dan tindakan yang didasari kolaborasi seluruh pemangku kepentingan. Memperhatikan pertumbuhan di Korea Selatan, seiring dengan era revolusi industri 4.0, kesejahteraan masyarakat dicapai dengan melahirkan industri berbasis teknologi dan inovasi sehingga mencapai pendapatan per kapita yang tinggi.

Hal demikian tidak serta-merta tumbuh atau terjadi begitu saja, tetapi didukung peran industri kreatif termasuk subsektor aplikasi digital dan juga seni musik atau seni pertunjukan yang dirasakan oleh seluruh dunia, termasuk dampaknya sampai ke Indonesia.

Pada 2008 seluruh upaya tersebut telah mampu menghasilkan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan positif pula terhadap peringkat daya saingnya. IMD World Competitiveness Booklet (2022) mengumumkan dari 140 negara, daya saing Korea Selatan telah mencapai peringkat ke-23 pada 2020.

Bagi Korea Selatan, untuk mencapai peringkat tersebut dalam era revolusi industri 4.0  dimaknai dengan menjalin kolaborasi ABG, yaitu kolaborasi antara akademisi (A) yang memahami teknologi khususnya sistem fisik-siber dan Internet of things (IoT), yang pada akhirnya akan dapat membuat pabrik pintar di industri (business atau B) dan dengan pendanaan besar dari pemerintah (government atau G).

Industri kreatif juga menjadi salah satu unggulan dalam rangka mempromosikan dan menyosialisasikan industri berbasis teknologi. Peringkat daya saing Indonesia berada
diurutan ke-40, masih jauh di bawah peringkat Singapore (pertama), Malaysia (ke-27), dan Thailand (ke-29).

Peringkat daya saing tersebut secara umum terdiri dari 126 indikator, tetapi secara garis besar dapat diinterpretasikan terdiri dari tiga pilar utama, yaitu infrastuktur, kesiapan teknologi, dan
tingkat inovasi.

Dalam konteks pembangunan infrastruktur sampai dengan saat ini, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kota Solo, sedang melakukan dan sudah banyak terlihat hasilnya.

Faktor teknologi dan inovasi ternyata masih terdapat kelemahan yang perlu diperhatikan, yaitu kelemahan pada pemerintah (G) pusat maupun daerah sebagai penentu kebijakan berupa minimnya pendanaan kegiatan kolaborasi teknologi dan inovasi.

Kelemahan pada pebisnis (B) sebagai pelaku usaha adalah cenderung mempermasalahkan kurangnya modal. Sedangkan kelemahan pada akademisi (A) sebagai peneliti  adalah percaya diri yang berlebihan, kurang memiliki prinsip inovasi, dan tidak tahu pasar.

Menurut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Solo 2005-2025, produk domestik regional bruto (PDRB) dari sektor industri (19,19%) adalah sektor terbesar kedua setelah sektor perdagangan (26,81%) sebagai penyangga perekonomian.

Usulan

Kota Solo memiliki branding sebagai kota kreatif dengan sektor penggeraknya adalah ekonomi kreatif yang di dalamnya termasuk pula kegiatan industri kreatif. Sektor ekonomi kreatif dengan 15 subsektor adalah unggulan yang selayaknya diperhatikan.

Beberapa kolaborasi telah dilakukan di Kota Solo, tetapi belum mencapai arah pertumbuhan signifikan. Sampai saat ini pemerintah (G) telah melahirkan beberapa program baru seperti
merdeka belajar kampus merdeka dan institusi baru Badan Riset dan Inovasi Nasional
yang diharapkan mampu mengatasi semua masalah itu.

Faktanya program dan kebijakan tersebut masih tergolong baru dimulai. Selintas bisa dimaknai bermanfaat, tetapi belum terlihat hasil yang maksimal. Hal yang perlu digarisbawahi dalam program ini adalah inisiasi Pemerintah Kota Solo memprakarsai kolaborasi memaksimalkan pertumbuhan kesejahteraan merata di Kota Solo.

Dengan memaknai piwulang berbasis kebudayaan Jawa yang menjadi bagian kekayaan kebudayaan Kota Solo tersebut, yaitu introspeksi serta menyadari kondisi dan masalah, untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Kota Solo saya mengusulkan tiga hal.

Pertama, pengembangan slogan wellness tourism memang perlu, tapi tidak boleh melupakan penciptaan kesejahteraan masyarakat secara merata pada masa mendatang, yaitu menuju Indonesia Emas 2045 yang berdampak positif pada daya saing nasional.

Prinisipnya adalah pertumbuhan not business as usual sehingga diperlukan lompatan yang signifikan. Lompatan ini dapat terjadi di antaranya dari pengembangan 15 subsektor
industri kreatif di Kota Solo.



Kedua, mempelajari pertumbuhan industri di Korea Selatan dan beberapa program baru dari pemerintah pusat. Pemerintah Kota Solo selayaknya memprakarsai dan sekaligus bekerja sama dengan pemerintah pusat dalam menentukan kebijakan dan pendanaan dalam rangka menyusun rencana dan strategi pencapaian kesejahteraan yang merata.

Ketiga, Kota Solo adalah kota kita bersama. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Solo 2005-2025 menjelaskan pengembangan industri kreatif. Segala hal tentang kondisi dan masalah, termasuk menentukan slogan, rencana detail, dan strategi pelaksanaannya selayaknya diawali dengan mengedepankan kolaborasi triple helix ABG.

Kolaborasi antara akademisi (A), industri/sektor bisnis (B), dan pemerintah (G) itu harus dalam format jangka panjang. Inisiatif ini dapat terlaksana atas prakarsa pemerintah daerah sebagai fasilitator dan pemangku kebijakan sehingga dapat mengatasi kendala serta merumuskan solusi secara tepat.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 6 Desember 2022. Penulis adalah dosen di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya