SOLOPOS.COM - Anggota Pasukan Pengamanan Presiden melakukan simulasi pengamanan kepala negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-43 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (28/8/2023). (Antara/Galih Pradipta)

Indonesia tahun ini menjadi pemegang keketuaan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Peran itu memungkinkan Indonesia berbuat lebih banyak untuk kawasan Asia Tenggara.

Berbuat dengan dengan arah dan kebijakan serta mempromosikan nilai-nilai dan kepentingan ASEAN di tingkat internasional. Indonesia harus memfasilitasi kerja sama, memajukan solusi bersama, dan memelihara stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Peran strategis itu salah satunya akan terlihat saat digelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-43 ASEAN di Jakarta pada 5-7 September 2023. Salah satu isu dalam KTT tersebut adalah persoalan ekonomi kawasan yang sangat dinamis.

Ekonomi di kawasan Asia Tenggara sudah pulih setelah dihantam pandemi Covid-19. Proyeksi perekonomian global mengindikasikan pelemahan dan ketidakpastian pertumbuhan di kawasan ini. Peran Indonesia adalah menginisiasi kerja sama dan integrasi ekonomi kawasan yang menjadi bagian perekonomian global.

Peran ASEAN kini sedang menjadi sorotan dalam berbagai situasi geopolitik di Asia Tenggara, Laut China Selatan, hingga persaingan pengaruh Amerika Serikat dan sekutunya melawan China.

Salah satu yang ada di depan mata adalah sengketa perbatasan setelah China merilis peta baru yang mencakup sebagian besar perairan Laut China Selatan, termasuk Natuna Utara. Penyelesaian sengketa di Laut China Selatan adalah masalah rumit dan memerlukan kerja sama aktif dari semua pihak.

Upaya Indonesia harus selaras dengan upaya bersama negara-negara ASEAN dan mitra regional dan internasional untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan. Indonesia sebagai pemegang keketuaan ASEAN memiliki pekerjaan besar yang belum tuntas dalam masalah politik dan pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.

Peran Indonesia kerap dikritik karena ASEAN tidak berbuat banyak dalam menyelesaikan isu HAM di Myanmar. Berbagai upaya telah dilakukan, seperti menjalin kerja sama dengan komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara mitra.

Junta militer di Myanmar tak berhenti melanggar hak asasi manusia sejak kudeta berdarah pada 1 Februari 2021. Negara-negara anggota ASEAN harus mematuhi Piagam Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Piagam ASEAN), khususnya Pasal 1.

Prinsip dan tujuan ASEAN adalah memajukan dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. ASEAN saat ini bukan hanya menghadapi masalah internal Myanmar, namun dampak juga kegagalan ASEAN yang tidak mampu menghentikan kekerasan junta militer Myanmar.

Tantangan ASEAN semakin besar dengan persoalan jangka panjang menghadapi perang pengaruh antara Amerika Serikat dan China di kawasan Pasifik. Ada masukan agar negara-negara ASEAN membuat kode etik menghadapi China maupun Amerika Serikat dan sekutunya.

Hal itu bermanfaat agar anggota ASEAN bisa menahan diri supaya tidak terlibat dalam konflik terbuka. Sederet masalah di atas menunjukkan Indonesia harus berperan lebih besar di ASEAN, bukan hanya mengurus persoalan ekonomi dan perdagangan.

Wibawa Indonesia akan menentukan peran global ASEAN. Isu ekonomi memang penting dibahas, tetapi masalah kedaulatan, geopolitik, dan hak asasi manusia adalah persoalan manusia yang tak bisa diabaikan dan mendesak untuk selekasnya diselesaikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya