SOLOPOS.COM - Komala Sari (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Akhir-akhir ini jubah wisuda lengkap dengan toga menjadi pemandangan yang jamak. Pemandangan demikian tak hanya bisa kita lihat di acara kelulusan mahasiswa atau di perguruan tinggi.

Kini di TK hingga SMA dan yang sederajat jamak menyelenggarakan pelepasan siswa yang lulus di kelas terakhir dengan acara seperti wisuda di perguruan tinggi. Sebagian prosesinya dibuat benar-benar mirip seperti acara sakral kelulusan mahasiswa.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Upacara wisuda di TK hingga SMA dan yang sederajat kini mirip dengan upacara wisuda yang lengkap dengan jubah dan toga selayaknya di perguruan tinggi. Maraknya acara wisuda di TK hingga SMA menuai pro dan kontra.

Banyak yang menyayangkan acara wisuda di TK hingga SMA. Berbagai komentar di banyak platform media sosial menjadikan masyarakat terbagi dalam dua kubu: pro dan kontra. Yang kontra berangggapan wisuda di TK hingga SMA sebagai acara ikut-ikutan wisuda perguruan tinggi.

Yang mendukung acara wisuda kelulusan TK hingga SMA berdalih tidak semua lulusan sekolah dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Acara wisuda mengobati siswa dari rasa penasaran tentang wisuda.

Banyak pendapat pro dan kontra mengenai acara wisuda di TK hingga SMA. Mengapa ini terjadi? Apakah acara wisuda memang benar-benar hanya untuk lulusan perguruan tinggi? Wisuda dalah prosesi sakral mendapatkan gelar (akademis) yang telah diperjuangkan mati-matian.

Catatan sejarah pendidikan menunjukkan wisuda memang untuk perguruan tinggi. Wisuda sebagai simbol telah selesai menempuh perjalanan di pendidikan tinggi dan bentuk apresiasi telah menyelesaikan masa studi.

Para mahasiswa jamak sangat mengidam-idamkan momentum wisuda. Bagi mereka wisuda adalah pembuktian kepada orang-orang dan diri sendiri bahwa mereka telah sampai di titik tersebut.

Inilah yang memunculkan kekecewaan di kalangan mahasiswa ketika melihat fenomena acara wisuda yang ternyata sekarang juga dilaksanakan di TK hingga SMA. Komentar seperti ”kuliah capek-capek biar bisa bikin bangga orang tua ketika datang di acara wisuda malah didului sama anak-anak TK” dan komentar-komentar kontra senada lainnya saling bersahutan.

Ppara pendukung memberikan komentar bahwa tidak masalah acara wisuda dilaksanakan dalam jenjang sekolah karena belum tentu semua siswa bisa merasakan bangku kuliah. Sebagian berpendapat acara wisuda di TK hingga SMA sebagai hadiah, kenang-kenangan, dan apresiasi.

Ketika merujuk sejarah tentu kita sepakat acara wisuda memang khusus untuk para mahasiswa, khusus di perguruan tinggi, ketika telah menyelesaikan studi. Wisuda adalah peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan khidmat.

Pelantikan dengan pemberian gelar setelah menempuh pendidikan tinggi. Aturan penyelenggaraan wisdua yang berlandasakan Pasal 42 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengatur semua perguruan tinggi wajib memadankan PIN sebelum pengajuan usulan wisuda.

Ini penegasan bahwa wisuda harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Jelas pemakaian istilah wisuda dalam acara kelulusan di TK hingga SMA sangatlah tidak tepat. Terlebih ketika semuanya dibuat mirip dengan prosesi wisuda di perguruan tinggi.

Fenomena pro dan kontra tentang wisuda di sekolah  seharusnya mendapatkan perhatian. Banalitas wisuda di TK hingga SMA menjadikan sakralitas prosesi wisuda hilang, dianggap biasa saja dan tidak spesial.

Sebagian orang yang mendukung acara wisuda di TK hingga SMA beranggapan bahwa selain sebagai bentuk apresiasi telah menyelesaikan pendidikan, acara itu menjadi kenangan yang baik pada hari kelulusan.

Andaikata tujuan  wisuda di TK hingga SMA sebagai apresiasi dan memberikan kenang-kenangan yang indah sebenarnya dapat dilakukan dengan acara lain yang bisa jadi jauh lebih meriah. Meriah tidak harus secara mewah, tetapi tentang seremonial atau pertunjukkan bakat dan seni dari para siswa yang lulus dan adik-adik kelas.

Acara demikian sebagai persembahan dan apresiasi kepada para siswa yang telah menyelesaikan pendidikan. Ini sekaligus pembelajaran bahwa apresiasi tidak hanya dalam bentuk yang mewah. Kurangnya pemahaman siswa, guru, dan orang tua tentang makna wisuda menjadikan mereka ikut-ikutan saja.

Banyak anak dari keluarga miskin tak mengikuti upcara kelulusan ala wisuda karena tidak mampu menyewa atau membeli toga. Ini tentu menjadi beban ganda para orang tua yang seharusnya dihilangkan.

Sudah saatnya merevisi upvara kelulusan di TK hingga SMA agar sesuai porsi masing-masing. Wisuda adalah acara sakral ketika telah menyelesaikan pendidikan formal di jenjang pendidikan tinggi.

Ketika acara wisuda dilakukan di setiap jenjang pendidikan, tidak ada lagi hal spesial yang ditunggu-tunggu dan menjadi penyemangat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Pendapat saya ini bukan berarti menghalangi kebahagiaan para siswa.

Penggunaan istilah wisuda beserta kesamaan prosesi acaranya dalam pelepasan siswa sekolah jelas kurang tepat. Di samping membuat nilai sakralitas wisuda hilang, ini dapat berpengaruh pada pola pikir anak-anak.

Mereka akan berpikiran bahwa sesuatu disebut sebagai apresiasi ketika dalam kemasan mewah. Sebenarnya ketika upacara pelepasan siswa di TK hingga SMA bertujuan mengapresasi para siswa yang telah menyelesaikan pendidikan, tentu tidak masalah ketika dilakukan secara sederhana.

Hal demikian dapat berdampak pada pola pikir anak-anak yang lebih menghargai  hal-hal kecil serta dapat menghindari dampak-dampak negatif seperti ketidakmampuan siswa dari keluarga miskin mengikuti upacara pelepasan siswa karena tidak mampu menyewa atau membeli toga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya