SOLOPOS.COM - Astrid Prihatini W.D. (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Zaman  berubah. Teknologi juga berubah. Perilaku wisatawan juga berubah mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Generasi X seperti saya pasti pernah mengalami ketika belum ada Internet, harus memesan tiket secara offline, harus datang langsung ke agen penjualan tiket bus di terminal.

Memesan tiket secara manual dan mendapatkan secarik tiket. Apabila memesan tiket kereta api, harus datang ke stasiun, menulis dulu di secarik kertas nama kereta api, tujuan, dan identitas penumpang.

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

Setelah Internet masuk dalam kehidupan kita, pola konvensional tersebut bergeser. Kita bisa memesan tiket melalui komputer, saat itu belum ada ponsel pintar. Saya masih ingat kali pertama hendak bepergian ke luar negeri dengan cara hemat pada 2008.

Saya rajin memantau harga tiket pesawat di situs resmi milik maskapai. Begitu pula ketika hendak memesan kamar hotel melalui situs asing, tentu saja cari yang kredibel. Waktu itu belum ada online travel agent (OTA) di Indonesia.

Dulu juga belum ada media sosial, untuk mencari informasi tentang objek wisata yang hendak dikunjungi  mengandalkan tulisan-tulisan di blog. Dari tulisan tersebut saya mempelajari tentang how to get there.

Zaman telah berubah. Bepergian makin mudah. Cukup berbekal telepon pintar, kita bisa membuat rencana liburan secara matang. Saat berwisata ponsel pintar memudahkan kita, misalnya self check in pesawat, tidak perlu mengantre lama seperti dulu.

Pemanfaatan teknologi dalam berwisata sejalan dengan laporan hasil survei bertajuk Site Minder’s Changing Traveller Report 2023 yang diikuti 10.000 wisatawan di 12 negara, termasuk 840 orang Indonesia.

Riset yang berlangsung pada Juli 2023 itu mengungkap 97% wisatawan Indonesia memilih destinasi wisata berdasarkan rekomendasi media sosial.

Angka tersebut melampaui tren wisatawan global yang hanya 70% yang menggunakan media sosial sebagai referensi tempat berlibur dan menghabiskan waktu luang.

Kelekatan wisatawan Indonesia dengan teknologi tidak berhenti di level mencari referensi, tapi juga 73% wisatawan Indonesia membeli akomodasi liburan lewat layanan OTA.

Selain rasa nyaman tanpa perlu berbelit-belit membeli langsung di tempat berlibur, wisatawan Indonesia cenderung menggunakan teknologi karena dapat memudahkan proses check in yang biasanya memakan waktu lama.

Pemanfaatan teknologi yang lekat pada wisatawan Indonesia juga tercermin dalam komunikasi dengan akomodasi. Sebanyak 46% wisatawan Indonesia memilih solusi komunikasi melalui gawai.

Angka itu melebihi persentase wisatawan global yang hanya 32% menyukai komunikasi dengan akomodasi hanya lewat gadget. Justru wisatawan dari negara lain lebih menyukai komunikasi tatap muka.

Saya bukan generasi Z, namun untuk liburan saya juga lebih suka memanfaatkan gadget. Sambil tiduran pun saya bisa menentukan destinasi wisata, memesan tiket, hingga booking hotel.

Perubahan perilaku wisatawan dalam memanfaatkan teknologi tersebut ternyata juga mendisrupsi agen perjalanan konvensional. Kehadiran OTA membuat agen travel konvensional terpengaruh.

Studi yang dilakukan DailySocial pada 2018 tentang Airline Ticket Survey 2018 menunjukkan 92% responden melakukan reservasi secara online dan 8% tidak melakukan secara daring.

Pada 2018 anggota Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) tidak lagi menjual tiket pesawat. Mereka fokus pada inbound dan domestik travel. Pada Januari 2019, sebanyak 3% travel agent anggota Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) atau 100 agen travel konvensional tutup karena tidak dapat bersaing dengan OTA.

Hampir 60% pemesanan tiket transportasi dan hotel menggunakan online booking melalui OTA, seperti Traveloka, tiket.com, dan booking.com.  Kini OTA yang semakin banyak menunjukkan dampak positif Internet di sektor industri tourism.

Akomodasi Meningkat

OTA adalah salah bentuk aplikasi Internet yang memberikan kemudahan kepada konsumen remaja untuk melakukan perjalanan dengan memilih langsung akomodasi dan transportasi yang akan digunakan tanpa melalui jalur intermediaries yang panjang.

Salah satu pemain OTA adalah Traveloka yang menawarkan berbagai tiket untuk keperluan liburan mulai dari pesawat, hotel, kereta, hingga atraksi dan berbagai aktivitas lain. Sejak meluncur pada 2012, perusahaan ini memiliki lebih dari 40 juta pengguna layanan dan lebih dari 14.000 mitra hotel.

Secara umum, 81% wisatawan Nusantara menggunakan saluran dalam merencanakan perjalanan mereka. Menurut riset Phocuswright dan CreditSwiss, pangsa pasar OTA di Asia pada 2017, termasuk Indonesia, telah mencapai US$146 miliar atau setara 37% dari total pangsa pasar industri pariwisata di Asia yang sebesar US$392 miliar.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), keperluan untuk akomodasi pada 2022 meningkat 5,76% dibandingkan pada 2021. Alokasi pengeluaran terbesar kedua adalah untuk keperluan transportasi. Pengeluaran pada pos ini sebesar Rp508.820 atau sebesar 20,97% dari total pengeluaran selama perjalanan wisata.

Alokasi keperluan makanan/minuman menempati urutan ketiga, sebesar Rp431.030 atau 17,76% dari total pengeluaran wisatawan. Pengeluaran untuk makanan/minuman meningkat 5,74% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pengeluaran selama perjalanan wisata paling sedikit untuk belanja dengan komposisi sebesar 8,35%. Pengeluaran lainnya tergolong besar, mencapai 27,61% dari total pengeluaran selama perjalanan wisata.



Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2022-2024, pada 2024 sektor pariwisata diprediksi mendatangkan 9,5 juta hingga 14,3 juta wisatawan mancanegara dan 1,250 miliar hingga 1,5 miliar perjalanan wisatawan Nusantara.

Kinerja sektor pariwisata pada 2024 diperkirakan akan menghasilkan devisa US$7,38 miliar hingga US$13,08 miliar serta berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,5% dan menciptakan 22,8 juta lapangan kerja.

Ketika wisatawan memanfaatkan teknologi dalam menentukan liburan mereka, sebaiknya para pelaku usaha wisata juga memanfaatkan teknologi untuk menjual objek wisata mereka. Digital tourism merupakan keharusan pada era Internet saat ini.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 20 Oktober 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya